Mematut Diri

Mematut Diri

Jakarta, 10 April 2018. Dahulu, siapa yg merasa pantas dan patut serta direstui pimpinan maka diberikanlah dia kesempatan dan amanah menduduki suatu jabatan. Karir dan merit sistem acap kali belum selaras walaupun kebijakannya adalah perpaduan antara kedua sistem tsb. 

Lamanya jenjang karir lebih menjadi pertimbangan dibandingkan merit atau kompetensi seorang birokrat. Toh para staf akan bisa menopang kelemahan pejabat yg dipromosan bila factor karir semata yg menjadi bahan pertimbangan.

Seiring dengan roadmap reformasi birokrasi pemerintah, perlahan dan pasti sistem recruiting dan appointee suatu jabatan pun semakin ketat melalui proses seleksi. Tidak hanya penjenjangan karir sbg syarat administratif yg harus dipenuhi tapi uji kompetensi pun dilakukan dengan melibatkan pihak ketiga secara independen meliputi profile assessment, interview, membuat makalah dan ujian tertulis. 

Walaupun belum sempurna tapi proses ke arah sistem recruiting yg bersih, terbuka, credible dan transparan setiap waktu semakin membaik.

Yang menarik pada tahun ini, dalam pembuatan makalah setiap peserta harus menggunakan laptop. Tidak boleh lagi dengan tulisan tangan. Pejabat zaman NOW ya sudah harus bisalah menggunakan komputer ... he..he ..

Syarat pendaftaran administrasi terlihat cukup banyak dan ketat untuk menyaring calon peserta yg akan ikut seleksi. Tidak hanya terkait pangkat, jabatan, masa minimal menjabat dan usia yg harus terpenuhi juga kepatuhan dalam melaporkan pajak tahunan (SPT) dan pelaporan kekayaan (LHKPN) harus dilampirkan.

Mekanisme pendaftaran dilakukan secara online melalui website dan tidak punya celah untuk bertemu dengan panitia yg memeriksa kelengkapan administrasi. Sistem aplikasi manajemen kepegawaian sendiri yg menjawab secara otomatis apakah menerima atau menolak persyaratan calon peserta dan apabila tidak terpenuhi maka inputan data dan dokumen ke dalam sistem tidak bisa berlanjut.

Tahun ini aku berkesempatan mengikuti seleksi terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama di lingungan Kementerian Hukum dan HAM setelah terpenuhinya syarat administrasi. Mencoba mematut diri apakah dipandang cukup pantas atau tidak / kurang layak oleh sistem recruiting dan para pimpinan penguji untuk diberikan amanat dan tanggung jawab yg lebih besar.

Aku cenderung memandang jabatan itu sebagai amanah daripada penugasan walaupun untuk mendudukinya harus melewati proses seleksi karena mengikuti seleksi bertujuan untuk mendapatkan stock SDM (talent pool) yg dipandang layak diberikan kepercayaan oleh pimpinan dalam mengemban jabatan guna memenuhi visi dan misi organisasi.

Dengan sistem recruiting yg terbuka seperti yg sedang dilaksanakan saat ini, setiap unsur Aparment Sipil Negara (ASN) khususnya Pegawai Negeri Sipil (PNS) akan mendapatkan kesempatan yg sama dan terbuka untuk mencapai jenjang karir yg diimpikannya dan tentunya akan menyadari terhentinya jenjang karir karena keterbatasan kompetensi atau tidak terpenuhinya aspek administrasi sebagai prasyarat menduduki suatu jabatan.

Aparatur juga akan legawa ketika melihat rekan kerjanya walaupun masih junior dalam berkarir namun mendapatkan kesempatan jabatan yg lebih tinggi. 

Mematut diri sendiri dan orang lain secara fair, terbuka dan transparan menurutku sangatlah penting untuk menekan kendala psikologis dalam menjalankan tugas dan fungsi jabatan dan secara tidak langsung akan mendukung terciptanya suasana kerja yg lebih harmonis.

Seleksi jabatan yg bersih dan transparan dibarengi dengan model rekrutmen Calon Pegawai Negari Sipil (CPNS) yg sama, ditunjang dengan pemanfaatan perangkat teknologi informasi sbg pendukung merupakan instrumen terpenting dalam rangka terwujudnya birokrasi yg bersih dan melayani.

Aparatur yg lahir dari sistem rekrutmen dan promosi yg bersih diharapkan kelak menjadi agen perubahan (agent of change) yg mampu merubah pola pikir (mindset) dan budaya kerja (cultureset) birokrasi secara umum. Karena bagaimanapun, membangun kemajuan suatu bangsa tidak mungkin dapat terwujud tanpa terciptanya suatu birokrasi yg clean dan clear dalam mengelola pemerintahan sehari-hari.

Well ... Apakah nantinya aku lulus dan akan mendapatkan amanah itu, itu adalah urusan lain dan tentunya mesti belayar dan mempersiapkan diri menghadapi seleksi. Menjadi seorang birokrat bukanlah seperti politisi yg harus mendekati votegetter untuk mendulang suara pada saat kampanye tapi lebih dari suatu proses yg terus menerus dan berkesinambungan dalam menunjukkan dedikasi, loyalitas, eksistensi dan citra diri yg baik dan positif di dalam lingkungan organisasi. 

Bagi rekan lain yg ikut seleksi, selamat berjuang bersama. Lulus atau tidak lulus, kita tetaplah sebagai teman seperjuangan untuk bersama membangun Kementerian Hukum dan HAM yg lebih baik ke depan sesuai dengan tugas dan fungsi serta kewenangan yg diberikan oleh negara ...  珞

Comments

Popular posts from this blog

Selayang Pandang Dunia Pendidikan di Jerman

Kentut Gua Merdu Gak ya?

Kompromi dengan Minat Anak