Menggugat (umat) Tuhan

Menggugat (umat) Tuhan

Jakarta, 07 April 2018. Mungkin ada yg bertanya dalam hati kenapa berani-beraninya aku membuat judul dan tulisan yg nantinya akan menimbulkan kontroversi. Bukankah sangat sensitif membicarakan isu yg bersinggungan dengan Tuhan dan umatNya. Urusannya akan panjang bila ada yg merasa dinistakan keimanannya?

Pilihannya; bersiap-siaplah berhadapan dengan hukum dan menjadi pesakitan di depan hakim atau urungkan segera niatmu membuat tulisan yg bakalan bisa membuat hidupmu nelongso. Permohonan maaf dengan sedu sedanmu itu nanti tidaklah cukup mengobati hati yg terluka walau dgn ketulusan yg mendalam.

Seandainya dikabulkan permohonan maafmu pun belumlah cukup menyudahi prahara ini karena telah tercederainya hak konstitusional mereka akibat ulahmu itu.
Ingat, perbuatan pidana punya ranah hukum besi penyelesaiannya tersendiri yg berujung pada ketokan palu sang mulia tuan hakim atas kealpaanmu dengan irahnya Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.

Adapun urusan maaf memaafkan berada pada ranah lain yg bersifat muamalah yakni hubungan antar manusia yg berdimensi sosial. Tidak ada korelasinya sama sekali dengan pelanggaran aturan hukum. Sanksi sosial tidaklah cukup bagimu. Camkan itu.

Ayo berhenti dan cari tema lain daripada memantik amarah saudara sebangsa bahkan seimanmu sekalipun sejatinya kamu punya landasan pemahaman dan penafsiran ayat yg lebih shahih daripada mereka.

Kamu tentunya lebih mengenal kadar religiositas dirimu sendiri yg menurutku cukup dangkal pengetahuan agamanya. Keimananmu pun rada tipis dan labil. Sholat masih suka bolong-bolong. Ghibah sepanjang hari minimal 3 x sebelum dan sesudah makan tanpa takaran. Masih suka musik rock dan berjingkrakan di atas panggung kalau dikasih mike. Sikap tawadhu masih jauh terpancar dari raut air mukamu.

Tiba-tiba serentetan konstatif ujaran meluncur deras seperti mitraliur di alam bawah sadarku yg berupaya keras menghalangi dan menghadang niatku mengalirkan kisah tulisan diawali judul yg bombastis tsb. Dialog imajiner intern egoku tiba-tiba memanas.

//Tapi...aku pengen banget menulis curahan  hatiku tentang umatnya kepada Tuhanku, sanggah egoku yg satunya. Masak sih gak boleh. Inikan ranah private antara aku dan Tuhanku. Gak ganggu siapa-siapa kok. Kalau salah-salah dikit dimaklumi aja ya.

Ya memang boleh-boleh aja..tapi dari judulnya aja sudah terasa, naga-naganya tulisanmu berpotensi merendahkan bahkan melecehkan Tuhan dan ajaran agama Tuhanmu serta membangkitkan kemarahan umatNya.

Kamu masih ingatkan bunyi Pasal 156 a KUHP yg fenomenal tsb. Kalau udah lupa sini aku ingatkan kembali:
"Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia".

//Iya aku tahu itu..tapi dalam ketentuan pasal itukan terdapat unsur subjektif berbuat dengan sengaja. Sedangkan aku gak punya niat sama sekali dengan sengaja menodai suatu agama terlebih agamaku sendiri. Hanya curhat aja kok.

Lah...kalau memang kamu mau curhat, mengeluh, berharap, berargumen bahkan menggugat Tuhan atau umat Tuhanmu kenapa harus menulis, membaca bahkan mempostingnya di media publik. Cukup ngobrol dalam hati berkontemplasi sambil menonton tayangan tausiyahnya Ustadz Somad di youtube juga boleh.

//Iya..tapi masalahnya gugatanku terhadap Tuhan dan kelakuan umatNya pengen didengar juga oleh umat Tuhanku itu. Barangkali mereka mau membantu mengobati kegundahan hatiku.

Nah ini yg membedakannya..kalau kamu sudah membawa urusan Ketuhanan dan keimananmu ke dalam ranah publik walaupun mengandung unsur private hanya antara kamu dgn Tuhanmu maka tanggungjawabmu terhadap publikpun akan muncul. Keriuhan terganggunya tertib sosial akibat curhatmu itu sepenuhnya menjadi tanggungjawabmu.

//Tapi bukankah konstitusi UUD 1945 sebagai landasan kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sudah menjamin kemerdekaan setiap warganegaranya untuk menyatakan pikiran dan pendapatnya dimuka umum (Pasal 28 E ayat (2) dan ayat (3)). Bahkan di dalam Universal Declaration of Human Rights memberikan jaminan kebebasan tsb (freedom of speech).

Iya memang benar..kamu bebas berpendapat, menyampaikan pikiran dan perasaanmu tapi ingat kebebasan tsb tidaklah bersifat mutlak walaupun dipandang sebagai hak asasimu. Ada ketentuan yg membatasinya lho yaitu pada Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi:
"Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis."

Selain Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat UU lain yg membatasi penggunaan hak menyatakan pendapat dimuka umum tsb yaitu UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagaimana telah diubah dengan UU No.19 Tahun 2016.

//Tapi kalaulah tulisanku nantinya dipandang menista keimanan orang lain atau dianggap kebablasan walaupun sebenarnya aku tidak punya niat sama sekali untuk itu, kenapa ya harus selalu dibawa ke ranah hukum penyelesaiannya. 

Apakah tidak cukup menggunakan saluran lain yg bersifat non litigasi seperti mediasi atau rekonsiliasi misalnya. Bukankah kearifan budaya kita sangat adaptif untuk menyelesaikan sengketa relasi sosial diantara warga masyarakat?

Jika perbuatan penistaan tsb dikategorikan sebagai norma agama atau norma kesusilaan upaya non litigasi memang bisa dilakukan oleh para pihak tapi ketika perbuatan tsb sdh diangkat ke leverage yg lebih tinggi sebagai norma hukum yg diatur dlm undang-undang maka ketentuan tsb menjadi mengikat kepada negara, aparat penegak hukum, warga masyarakat dan pelakunya.

Secara konkrit UU No. 11 Tahun 2008, memberikan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda Rp 1 milyar, kepada subjek hukum yg melakukannya yaitu:
- Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan. (Pasal 27 ayat (1)).
- Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok
masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) (Pasal 28 ayat (2)).

//Kalau perbuatan yg dianggap penistaan tadi segera aku tarik dari ruang publik seperti menghapusnya di media sosial tempat mempostingnya atau menarik buku yg sudah terlanjur dipasarkan sehingga perbuatan tsb dipandang sudah tidak ada dan pernah terjadi, boleh dong aku lakukan agar terhindar dari jerat hukum.

Itu sih sama aja analoginya seperti seorang pencuri yg telah terlanjur mengambil sebagian atau keseluruhan barang milik orang lain untuk dimiliki atau dikuasainya dengan cara melawan hukum kemudian mendapat wangsit dan sadar kalau perbuatan tsb melanggar dan merasa berdosa kemudian mengembalikannya kepada pemilik barang dan meminta maaf yg sebesar-besarnya.

Apakah si pencuri bisa dinyatakan tidak bersalah dan tidak perlu dihukum? Tidak bisa kan karena seluruh unsur delik tsb telah terpenuhi. Pengembalian barang yg dicuri hanya dipandang sebagai faktor yg meringankan oleh hakim dalam menjatuhkan vonis terhadap terdakwa.

//Iya juga ya..kalau boleh seperti itu akan banyak orang yg mencoba melakukannya dan kalau mau diproses secara hukum, segera buruan mengembalikan pada kondisi semula dan tak lupa meminta maaf.

Ada suatu teori hukum yang menyatakan apabila terdapat suatu perbuatan yg mengganggu tatanan sosial dan ketertiban umum maka perangkat hukum harus melakukan restorasi untuk memulihkannya dalam keadaan semula. Restorasinya dengan menghukum pelaku kejahatan. Hal itu merupakan salah satu fungsi hukum.

Apa masih pengen melanjutkan tulisanmu menggugat Tuhan, agama atau umatnya? Masih berani? Aku sarankan kau urungkan sajalah niatmu itu.

//Kalau gak ada yg merasa tersinggung, dinistakan keyakinan dan keimanannya gak apa-apakan kalau aku tetap lanjut menulis tema tsb.

Duhhh masih tetap ngeyel aja...tapi gak apa-apa sih kalau kamu yakin mereka gak bakal tersinggung karena perbuatan penistaan agama merupakan delik aduan absolut.

//Apa tuh maksudnya?

Selama tulisanmu itu tidak ada yg merasa dirugikan kepentingannya dan mengadu kepada aparat penegak hukum utk diproses maka kamu masih aman-aman aja. Proses penyelidikan dan penyidikan tidak bisa berjalan tanpa ada pihak yg membuat pengaduan dan prosesnya bisa dihentikan bila pengaduan dicabut.

Tapi apa kamu merasa yakin tidak akan ada orang, kelompok orang atau badan hukum  (ormas) yg melakukan pengaduan tsb. Sampai kapan bisa aman-aman aja...?

Gak ada yg bisa menjamin terlebih bila tulisanmu sudah disebar, didistribusikan dan ditransmisikan secara elektronik diseantero jagad maya. Walaupun bakalan kamu hapus tapi kalau sudah dishare oleh banyak orang, nasibmu tinggal menunggu bunyi tokek disiang hari.

//Berarti masih ada dong ruang rekonsiliasi untuk pelaku yg terlanjur dituduh melakukan penistaan.

Ya memang masih ada sih..selama tidak ada sama sekali pengaduan baik oleh perorangan maupun ormas dan kemudian pelaku dapat memohon dan membujuk tokoh-tokoh agama yg dihormati untuk tidak membawanya ke ranah hukum atau yg sudah terlanjur diadukan  utk dicabut pengaduannya.

Apakah kamu yakin dan mampu dengan kapasitas dirimu yg alakadarnya itu memohon kepada seluruh masyarakat dan tokoh-tokoh agama utk memaafkan dan menyudahinya?

//Rasanya ada kemungkinan mampu dan yakin juga.

Kok bisa...??

//Ya..karena aku masih percaya kalau umat Tuhan yg hakiki itu adalah kumpulan orang yg sholeh dan pemaaf. Tuhan aja Maha Pengasih dan Penyayang maka umatNya yg takwa tentu punya sifat pengasih dan penyayang juga dan tidak akan berat hati memaafkan sesama saudaranya yg telah berbuat khilaf.

Pemikiranmu sangat naif sekali. Tidak semua umat bakalan mau memaafkan. Kalaupun pada akhirnya semuanya bersedia memaafkan, kemungkinan ada rintangan lain yaitu segolongan umat yang menghendaki proses hukum tetap berlanjut.

//Wuah ribet juga ya...
Ya iyalah...makanya kamu urungkan saja niatmu itu. Jangan macam-macam.

//Kenapa ya..sebagian umat tetap ngotot agar kasus penistaan diteruskan dalam proses hukum. Tidak berhenti diproses mediasi dan rekonsiliasi saja?

Wah kalau pertanyaan itu kamu ajukan kepadaku, aku gak tahu jawabannya. Merekalah yg tahu persis jawaban atas pertanyaanmu itu. Aku juga gak habis pikir kenapa selalu pengennya semua kasus tsb bermuara di pengadilan?

Aku gak berani berspekulasi kenapa hal itu bisa terjadi. Apakah karena penistaannya dianggap kebablasan banget atau jalur mediasi yg selama ini telah ditempuh tidak efektif karena orang yg melakukan tindak pidana penistaan bukannya berkurang atau ada pertimbangan lain.

Btw..kalau aku boleh tahu, apa sih isi curhatan dan gugatan yg ingin kamu sampaikan kepada Tuhanmu?

//Loh kok kamu malah memancing-mancing ku untuk mengungkapkannya. Ini namanya jebakan batman. Kamu yg panjang lebar menjelaskan bahaya resiko menuliskannya malah memintanya.

Hanya garis besarnya aja..cukup secara umum. Tidak perlu menyebut subjek dan objek unsur gugatan. Cukup pakai inisial saja bila menyangkut person atau dugaan bila menjelaskan suatu peristiwa. Gak apa-apa kok..

//Begini...tapi jangan bilang-bilang sama orang ya. Janji loh...

Iya...Aku berjanji gak akan cerita sama orang lain.

//Begini...sebenarnya ...hmm...Aku ingin menggugat umat Tuhanku. Mengapa mereka semakin malas membaca, memberi komentar dan meng klik emoji tulisanku di facebook padahal sekarang sudah mulai banyak yg membacanya di platform blog media warga berkaliber nasional loh yaitu Kompasiana. Bahkan ada 1 tulisan dengan pembaca lebih 1900 orang. Kenapa..kenapa...???

Ahh..grh..#¥×@&...semprulll...kirain masalah ketauhidan, muamalah, fiqh, khilafah, akhlak dll yg kamu mau tulis yg bikin kita mikir. Capek gua panjang lebar menjelasin dari aspek legal dan konstitusional. Ternyata masalah cemen gitu yg mau lue tulis. Followers alam gaib. Gak ada kaitannya itu dengan gugat menggugat umat apalagi Tuhan..payah lue.

//Lah..salah sendiri..gua dari tadi gak diberi kesempatan menjelaskan substansi tulisanku nanti..tahunya curiga aja bawaannya. Lihat judul sudah langsung tendensius. Pasti ini akan menista agama...!!

//Agar kamu tahu ya, pembaca atau followers ku di FB itu juga kan termasuk umat manusia ciptaan Tuhan. Sekumpulan orang yg beragama dan percaya akan Tuhan disebut apa..umat kan. Lah apa salahnya gua mengadu bahkan menggugat umatnya Tuhan kenapa mereka kurang merespon karya tulisku sedangkan platform medsos lain begitu menghargainya. Gak salahkan aku bertanya dan menggugat ?

Duh sudah error nih sohib internal egoku. Kebanyakan makan micin kali yaa. Udahlah gak mutu ngomong sama lue mencampuradukkan dunia gaib antah berantah (medsos) dengan kemaslahatan umat, agama bahkan Tuhan.

Sekarang lue dan gua....End !!!

Comments

Popular posts from this blog

Selayang Pandang Dunia Pendidikan di Jerman

Kentut Gua Merdu Gak ya?

Kompromi dengan Minat Anak