Pemilihan Panitia Pemilih Luar Negeri (PPLN)

Pemilihan Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN)

Berlin, 23/02/18. Tidak semua diplomat Indonesia yg sedang bertugas di luar negeri mempunyai kesempatan mengikuti proses pemilu secara utuh dimulai sejak masa persiapan, pendataan, pencoblosan hingga penghitungan suara.

Hal ini terjadi karena masa tugasnya yg kurang dari masa penyelenggaraan pemilu yakni setiap 5 (lima) tahun sekali. Begitu pula aku. Bila dihitung sejak masa penugasan hingga akhir, maka aku hanya berkesempatan mengikuti proses persiapan dan pendataan saja.

Mengingat peristiwa ketatanegaraan yg langka ini, aku cukup antusias saat dilibatkan untuk mempersiapkan proses seleksi Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) sebagai rangkaian awal persiapan pemilu.

PPLN dibentuk untuk menyelenggarakan pemilu di luar negeri guna memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada daerah pemilihan DKI Jakarta II meliputi kotamadya Jakarta Pusat dan kotamadya Jakarta Selatan dan pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Anggota PPLN menurut Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 4 Tahun 2018, berjumlah paling sedikit 3 orang dan paling banyak 7 orang disesuaikan jumlah WNI yg berdomisili di suatu negara akreditasi. Untuk wilayah kekonsuleran KBRI Berlin dengan jumlah penduduk Indonesia yang kurang dari 10.000 maka jumlah PPLN yang ditentukan oleh PKPU tersebut adalah sebanyak 5 orang.
Persiapan Seleksi PPLN
Ada hal yang menarik terkait aturan seleksi PPLN.

Di dalam aturan PKPU tersebut pada Pasal 28 mengamanatkan bahwa seleksi calon anggota PPLN dilakukan oleh Kepala Perwakilan untuk selanjutnya calon anggota ditetapkan oleh KPU. Tidak dijelaskan bagaimana mekanisme seleksi yang harus dilakukan oleh kepala perwakilan. Yang diatur hanya berupa persyaratan sebagai calon anggota PPLN.

Karena tiadanya aturan yg rigid maka Kepala Perwakilan mengambil suatu kebijakan utk memberikan kesempatan kepada warga masyarakat Indonesia di wilayah kekonsuleran KBRI Berlin untuk memilih PPLN yg keanggotaannya juga berasal dari warga masyarakat.

Kebijakan ini diambil dengan pertimbangan pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih wakilnya di DPR dan pemimpin negara, dengan demikian adalah sangat beralasan warga masyarakat Indonesia sendiri diberikan kesempatan yg seluas-luasnya untuk juga memilih penyelenggara pemilu itu sendiri yg berasal dari sesama warga.

Bukankah pemilu itu adalah pesta demokrasi. Suatu pesta tentunya akan lebih meriah bila dipersiapkan, ditata, dihelat, dan dimeriahkan oleh pemangku pesta itu sendiri sekaligus sebagai sarana pendidikan politik.

Ada suatu pertanyaan, apakah warga akan antusias jika diberikan kesempatan untuk diadakan pemilihan dan mengusulkan diri mereka sendiri ikut seleksi PPLN?

Pertanyaan ini muncul karena ada suatu pengalaman seorang diplomat yg pernah bertugas di perwakilan RI di negara lain, yg mana rada kesulitan mencari warga yg berminat menjadi PPLN sekalipun ditawarkan dan tidak perlu seleksi.

Kami coba cari tahu pengalaman PPLN pemilu tahun 2014, ternyata tidak demikian dengan sikap dan antusiasme WNI di Jerman. Pada masa itu KBRI Berlin juga melakukan seleksi terbuka dan terdapat sekitar 14 orang yg mengajukan diri menjadi PPLN dan karena melebihi kuota (maksimum 5 orang) dilakukanlah pemungutan suara.

Apakah kalau diadakan seleksi terbuka PPLN kali ini pesertanya akan sebanyak itu atau malah semakin berkurang? Timbulnya pertanyaan ini karena ada sedikit keraguan dalam hatiku melihat terdapatnya kecenderungan sikap apatis dan skeptis khususnya kalangan anak muda terhadap iklim politik Indonesia.

Terlebih warga Indonesia di Berlin kebanyakan adalah mahasiswa. Di lain sisi seleksi terbuka ini juga merupakan suatu kesempatan yg baik untuk mengukur kebenaran asumsi tersebut.

Beyond Expectation

Pengumuman seleksipun diedarkan secara luas melalui media sosial dibantu dengan email blast aplikasi Lapor Diri (LaDi). Mudah-mudahan dengan kemudahan akses informasi ini akan memberikan dorongan warga mengajukan diri sebagai PPLN.

Hari pertama diumumkan, masih sedikit yg mendaftar terbilang di bawah 5 orang. Hari kedua rada meningkat sekitar 10 orang, hari ketiga mulai menanjak menjadi 16 orang dan hingga batas hari terakhir pendaftaran KBRI menerima 28 berkas pendaftaran.

Wuah..surprise. Aku tidak menyangka sebanyak itu peserta yg akan mendaftar kawan. 2 (dua) kali lipat dibandingkan pemilu 2014. Dan mereka yg mendaftar 80 % adalah anak muda, mahasiswa dan berusia di bawah 40 tahun. Asumsi skeptisme dan apatisme sikap atas kehidupan politik pun runtuh seketika.
 Aku bangga sekaligus terharu. Ternyata anak-anak muda itu walaupun kelihatan rada cuek dan terkesan acuh tak acuh tetapi punya kepedulian akan kehidupan politik negaranya.

Showcase

Eitss...Jangan senang dahulu kawan. Oke lah yang mendaftar cukup banyak. Bagaimana kalau seleksi pemilihan 5 (lima) anggota PPLN tersebut kita serahkan kepada warga masyarakat Indonesia.

Apakah mereka akan antusias dan datang beramai-ramai menghadiri undangan KBRI untuk memilih?

 Jangan-jangan yang datang hanya ke 28 calon yg mendaftar dan bbrp pendukungnya atau tanpa membawa pendukung sama sekali hingga akhirnya mereka sendiri yg harus voting.

Walaupun kepala perwakilan bisa saja menyeleksi  dari berkas permohonan yang ada tapi perlu juga dilakukan testcase guna melihat kadar antusiasme warga kita. Kontestasi pelamar anggota PPLN dengan penyampaian visi misi dan motivasi sepertinya akan menarik diadakan seperti halnya Indonesian Idol yg sedang berlangsung di Jakarta. Bukankah warga kita suka drama dan haru biru bergaya Bollywood.

Undanganpun disebar melalui medsos dan email blast LaDi. Seluruh WNI di wilayah kerja kekonsuleran KBRI Berlin yg memenuhi syarat dipersilakan datang pada tanggal 22 Februari 2018 pada pukul 17.30 cet.

Aku rada ragu, apakah akan banyak yg datang. Tiba-tiba pukul 17.00 cet rekanku menelpon, minta staf untuk segera standby karena para undangan sudah berdatangan. Satu persatu tamu sudah datang..ada yg sendirian atau bergerombol bersama temannya. Ada bapak-bapak yg sdh berumur dan ibu-ibu membawa anak kecilnya. Namun yg buat aku kaget 80 % yang datang adalah anak muda dan mahasiswa.

 Waw..cool..kereennn.
3/4 ruangan hall KBRI sudah terisi dan hampir 200 orang mengisi daftar hadir dan dianggap memehuhi syarat punya hak pilih yaitu WNI yg berdomisili di wilayah kerja kekonsuleran KBRI Berlin dan berusia 17 tahun ke atas.

Satu persatu pelamar yg tempat duduknya tersedia khusus dipojok depan ruangan dipersilakan memperkenalkan diri, menyampaikan visi misinya, status sosial, pengalaman dan komitmennya selama 3 menit. Mirip seperti politisi yg sedang kampanye pilkada.

Penampilan kontestan cukup rapi jali dan berpidato dengan penuh kepercayaan diri. Ada yg berbicara dengan bahasa yg sederhana dan mudah dimengerti audiens. Ada pula menggunakan diksi yang sophisticated dan ilmiah agar terlihat lebih mumpuni. Setiap kali selesai kampanye, penontonpun tepuk tangan dan bersorak sorai.

Yang menarik adalah semua kontestan mempunyai komitmen yg sama yakni ingin menyukseskan pemilu yg jurdil (jujur dan adil) dengan istilah yg berbeda-beda seperti pengen menyelenggarakan pemilu yg kredibel, transparan, akuntabel, berintegritas, partisipatif dll dengan semangat yg sama akan terpilihnya pemimpin yang akan membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia.

Namun pada akhirnya SMS..upps salah.. kartu suaralah yg menentukan keterpilihan mereka. Bukan juri atau wasit. Apakah popularitas yang mengalahkan kualitas atau sebaliknya (mengutip istilah penonton Indonesian Idol) biarlah waktu yg membuktikan.

Singkat cerita, akhirnya terpilihlah anggota PPLN untuk pemilu 2019 dengan urutan suara terbanyak sebagai berikut:
1. Yoggi Firmanda;
2. Ron Soesman;
3. Elisabet Meilia Wulandari;
4. Monica Widjasmara; dan
5. Nada Wahyu Salsabila.

Selamat bertugas, semoga dapat menyelenggarakan pemilu sesuai janji dan komitmen yg telah kalian sampaikan kepada warga.

Melihat kepedulian anak muda akan sekelumit peristiwa ketatanegaraan ini, aku menjadi yakin akan masa depan Indonesia yang gilang gemilang dikemudian hari...Semoga 珞

http://catatanhermansyahsiregar.blogspot.com









Comments

Popular posts from this blog

Selayang Pandang Dunia Pendidikan di Jerman

Kompromi dengan Minat Anak

Menggugat (umat) Tuhan