Bang Thoyib Plesiran ke Berlin

Bang Thoyib Plesiran ke Berlin

Batam, 28/02/18. Pepatah orang tua kita bilang, hujan emas di negeri orang hujan batu di negeri sendiri. Peribahasa ini mentamsilkan wujud kecintaan kita kepada negeri sendiri tanpa prasyarat apapun. Love is blind, kata pakde Shakespeare. Tapi bagaimana kalau di negeri orang maupun di negeri sendiri sama-sama hujan batu? Tentu orang tua kita akan nyolot sambil melotot, "wong ujan emas aja masih tetap lebih enak di negeri sendiri, apalagi di negeri rantau ujan batu. Payah lue tong !!!"

Jangan sekali-kali memancing amarah ortu ya bisa naik tensinya ntar.

Tapi kalau kalian merasakan udara  -10 °C ini, memang bener akan teramat kangen dengan kampuang nan jauh dimato walaupun sedang hujan batu kawan. Setiap persendian tulang akan terasa nyut-nyutan bila udara sukses lolos menyelinap. Terlebih mereka yg usianya mulai merambat 50 an ditambah dengan asam urat yg cukup ramah membantu menusuk ujung tulang engkel.

Aku baru sadar, ortu lebih memilih hujan batu di negeri sendiri bukanlah wujud cinta yg berlebihan atau sikap hidup yg selalu pasrah dan nrimo ing pandum akan garis nasib? Walaupun aku belum pernah menemukan hujan batu (kecuali klo mahasiswa lagi demo), tapi karena negeri kita adalah sepotong surga yg dilempar ke bumi dan selalu dirindukan.

Aku baru mahfum, kini tidak hanya sekedar membaca saja tapi juga turut merasakan, mengapa orang Eropa dahulu mau capek-capek membuat kapal ekspedisi mencari negeri harapan yg mengandung banyak rempah-rempah dan meng kolonisasinya. Mengapa mereka mencari negara tropis dan gak pengen pulang-pulang kecuali dipaksa pulang oleh anak negeri.

Tapi itu dulu, sekarang apakah mereka juga masih pengen ke negara disekitar khatulistiwa kala musim dingin walaupun sudah bisa menaklukkan rasa dingin dengan kecanggihan teknologi? Ya sama aja kawan, cuma kini mereka tidak lagi punya tujuan seperti dahulu.

Disaat sedang mengkeret seperti ini, tujuan mereka adalah pengen buka baju menjemur kulit yg mulai berflek hitam sampai gosong kisut sambil tidur ditepi pantai mendengarkan musik top 40. Kadang kita bisa kecele mau nyuci baju karena melihat papan penggilasan tergeletak. Tiba-tiba papan penggilasan bangkit dan menceburkan diri bermain dengan air laut yg asin.

Udara yg dingin membuat suasana hati juga menjadi dingin. Pengen senyum aja rasanya berat. Tubuh jadi sluggish, malas bergerak, sukanya melingkar kayak ular. Ngobrol dgn suara ngakak sangat jarang terdengar. Apalagi bercengkarama di teras sambil main gaple, gak bakalan sampeyan bisa ketemu. Sinar hari terasa lebih singkat dimulai pukul 07.00 pagi hingga pukul 16.00 sore setelah itu cuaca sudah gelap dan tentu saja sangat dingin.

Makanya ada orang yg depresi dikala musim dingin. Kesepian...so lonely, terlebih bagi yg masih jomblo, baik karena blom punya pasangan atau telah kehilangan pasangan. Anak-anak yg sudah gede diatas usia 18 tahun umumnya sudah hidup sendiri.

Obatnya yg paling manjur apa ...?
Ya jalan-jalan ke negara tropis.

Leisure seperti ini merupakan suatu yg mewah bagi para bule dan selalu diagendakan saban tahun. Karena mata uangnya yg sangat kuat, dengan bekerja beberapa bulan saja sudah dapat penuhi biaya liburannya ke negara tropis. Well prepared.

 Kadang rasanya iri mendengar celoteh sopir taksi, tukang cukur rambut, tukang sampah dan pekerja blue collar lainnya pada sudah pernah bepergian ke Bali atau pelosok dunia lainnya. Cukup bawa duit sekitar 2000 € an lebih maka jadilah dia raja barang bbrp minggu di negeri orang dan anak negeripun mengelu-elukannya.
Itu mungkin makna hujan batu di negeri sendiri lebih nikmat.

Tapi aku kadang bertanya, kapan ya hujan batu di negeri sendiri dapat berubah menjadi hujan emas. Kita coba bayangkan terbaliknya keadaan ini. Atau kalau belum bisa, setidak-tidaknya batu keras tadi dapat diubah menjadi agak lembut. Jika terkena kepala tidak benjol, paling cuma benjut dikit ajah kemudian meleleh lumer kayak schokolade (coklat-pen) diguyur air.

Bila hujannya semakin moderat, paling tidak kita tidak kepo mikirin hujan di negeri orang. Mau hujan emas, hujan perak, perunggu, batu atau tidak hujan sama sekali masa bodo.

Ketika teriknya udara yg menyengat hingga +30 ° C seperti gambar di bawah yg membuat para tukang cukur di Sekupang, sopir taxi di Tanjung Piayu, banci salon di Nagoya,  manport di pelabuhan Batu Ampar juga pekerja blue collar lainnya di Batam pada jenuh, bosan bermandi keringat saban hari, kebayang gak sih mereka minta ijin cuti sama bosnya pengen sejenak liburan beberapa minggu merasakan lembutnya butiran salju di Eropa?

Ah..hayalanmu terlalu jauh kawan. Gak mungkinlah seperti itu. Sama, aku juga gak percaya bisa begitu. Tapi aku ditengah rasa ketidakpercayaan itu sangat kaget melihat cuplikan berita dimedsos yg aku screenshot gambar tabelnya.

Sepertinya mimpi tersebut antara mungkin atau tidak mungkin kawan.

Coba kalian perhatikan, menurut ramalan Price Waterhouse Copper (PWC) dan beberapa lembaga pemeringkat dunia lainnya, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2016 sebesar 3.028 dan berada diurutan ke 8 sebagai negara yg ekonominya terkuat dunia. Adapun Jerman berada diurutan ke 5.

Namun tengoklah bagaimana proyeksi mereka ditahun 2030. Ternyata PDB negara kita sudah melewati Jerman menjadi sebesar 5.424 dan bertengger diurutan 5. It's a miracle.

Dengan gini rasio yg semakin berkurang saat ini sebesar 3.9, dan mudah2an semakin terus mengecil, apakah mimpi tadi bisa jadi kenyataan gak ya? Aku antara percaya gak percaya. Jangan-jangan angin sorga.
Mungkin kalian masih ingat, pada tahun 1990 an lembaga pemeringkat dunia juga bilang kalau Indonesia adalah salah satu calon macan Asia.

Tapi lihatlah setelah tahun 1998, negara kita kolaps diterjang resesi moneter dan ramalan tsb memang benar, negara kita menjelma menjadi macan tapi macan Asia yg ompong.

Kini setelah gigi taringnya mulai tumbuh panjang, akankah macan tsb bisa mengaum keras menggetarkan dunia. Tsunami ekonomi masa lalu mudah2an menjadikan pemimpin kita lebih mawas diri dan waspada sembari memagari negeri dengan berbagai instrumen hukum dan penegakan peraturan, menjaga stabilitas politik yg dinamis, pertumbuhan ekonomi yg sustainable dibarengi dgn upaya yg serius menekan kesenjangan ekonomi.

Insha Allah, walau rada skeptis, pada tahun 2030 kita akan mendengar bang Thoyib sudah pulang ke kampung halamannya dan sekarang jadi tukang cukur di perempatan jalan. Rencananya bulan depan si abang mau ngajak istrinya Saodah plesiran ke Berlin mau lihat Brandenburger Tor dan nginap di Motel One. 珞

http://catatanhermansyahsiregar.blogspot.com





Comments

Popular posts from this blog

Selayang Pandang Dunia Pendidikan di Jerman

Kompromi dengan Minat Anak

Menggugat (umat) Tuhan