Blogger Pemula
Blogger Pemula
Berlin, 15/03/18. Sejak mulai memberanikan diri menulis apa saja yg ada dikepala dan dituangkan di media sosial, aku menyadari akan sangat sulit untuk mengajak viewers mengklik tulisan "continue reading" pada laman facebook dan membaca sebuah kisah sampai tuntas hingga paragraf terakhir.
Apalagi berharap untuk membuka link blog yg sengaja dicantumkan sebagai penutup suatu cerita. Walaupun dgn upaya membuat teaser yg rada bombastis pada paragraf pertama dan judul yg sedikit provokatif serta upload gambar yg tidak lazim.
Apalagi berharap untuk membuka link blog yg sengaja dicantumkan sebagai penutup suatu cerita. Walaupun dgn upaya membuat teaser yg rada bombastis pada paragraf pertama dan judul yg sedikit provokatif serta upload gambar yg tidak lazim.
Rasanya membaca sebuah narasi dimedsos bukanlah sesuatu yg menarik dan perlu, terlebih dalam suasana yg serba rush hour di jaman modern ini. Don't waste your time. All information you need is provided by mr. Google. Terlebih tulisan pendek tsb tidaklah menarik apalagi ditulis oleh seorang pemula.
Keadaan itu sangatlah dimaklumi terlebih masyarakat kita belum dapat disebut berada pada fase budaya literasi. Jangan terlalu banyak berharap dan bersiaplah tulisan tsb hanya akan menjadi sekedar sebuah catatan yg pernah ditulis olehmu. Bukankah sudah kita sadari sedikitnya karya sastra bangsa kita sejak sejak jaman Sriwijaya, Majapahit, Kediri hingga pra kemerdekaan bahkan sampai saat ini menjadi suatu isyarat bahwa kalau kamu menjadi penulis bersiaplah menjadi seorang lone ranger.
Banyak sekali para ilmuwan dan pemilik seabreg gelar hanya menulis saat mengajukan skripsi, tesis atau desertasi tetapi setelah itu mereka menjadi pembicara di seminar - seminar dan berharap bisa sebagai news maker yg diliput berbagai media. Jejak karya tulis dan pemikirannya masih menjadi barang langka dan sangat jarang terpajang di rak-rak toko buku. Bagi masyarakat kita, menulis rasanya juga tidak perlu-perlu amat terlebih saat ini sudah melompat ke dalam fase budaya informasi teknologi.
Gejala ini bisa terlihat bagaimana anak muda sekarang lebih menggemari bahasa gambar yang disediakan oleh medsos seperti instagram dari pada facebook. Kalau kita intip member dan pengguna medsos pada kedua aplikasi ini sepertinya mereka terbagi secara segmented berdasarkan faktor usia. Asumsi ini mungkin sangat prematur tapi aku rasa kalian akan sependapat dengan aku.
Generasi milenial yg tidak suka basa-basi dan senang yg serba instan akan lebih suka menggunakan aplikasi yg lebih menonjolkan bahasa gambar seperti instagram. Adapun generasi jaman old yg hatinya melankolis, lebay dan suka baper dengan kenangan masa lalu akan lebih banyak menggunakan facebook.
Bagi kids jaman now, picture sudah mewakili ribuan kata. Tidak perlu banyak bicara atau menulis berpanjang lebar, gambar ini sudah cukup melukiskan isi hati dan kepala. Begitu mungkin pikiran mereka. Sedangkan bagi generasi anak ideologisnya Motinggo Busye, sebuah gambar belumlah cukup mengambarkan suasana hati dan gejolak jiwa serta scene yg melatarbelakangi suatu fragmen kehidupan. Gambar haruslah disertai dengan untaian narasi yg dapat menjelaskan kisah dibalik suatu peristiwa.
Ditengah pesimisme ini, aku mencoba menulis sedikit demi sedikit berbagai peristiwa sambil berupaya menekan expektasi utk dibaca banyak orang. Tumpah ruahkan isi hati dan kepala serta mendokumentasikannya di dalam suatu aplikasi medsos yaitu Blog, menjadi tujuan dan motivasi. Tidak lebih dari itu.
Mengapa blog? Karena aplikasi ini spt buku diary yg dapat menyimpan banyak tulisan dan terhubung dengan mesin pencari google.
Ketika seseorang googling suatu kata atau bbrp kata dan ternyata materinya sudah pernah ditulis di dalam suatu blog maka link tulisan tsb akan muncul. Mau diklik atau tidak adalah suatu pilihan tetapi paling tidak menjadi suguhan hasil pencarian. If you want to know me more just read my blog..pesan ini juga nantinya yg akan kuperuntukkan kepada anak cucuku kelak. Rada melankolis dan baper yaaa..he..he..
Secara iseng, sore ini aku melihat aplikasi blogku pengen tahu sesudah sekitar 6 bulan menulis dimedsos seberapa banyak sih pembacanya. Tidak banyak berharap karena sudah punya framing sedemikian rupa akan budaya literasi tadi. Tapi entah informasi ini benar atau tidak (berharap benar), blog tulisanku sudah dibaca sekitar 2.916 viewers.
Waw..bagi blogger yg sdh malang melintang dan terkenal jumlah ini masihlah sangat kecil tapi bagiku yg menulis dengan sikap apatisme tadi menjadi menarik. Siapa gerangan yg membacanya dan kenapa mau membacanya ya? Apakah karena mereka kesasar didalam jagat rimba maya dan secara tdk sengaja membuka link tulisanku atau menyadarkan diri untuk mencari dan merasa perlu membacanya karena terdapat suatu nilai berita? Akh...aku tidak tahu jawabannya.
Yang cukup menarik, pembaca terbanyak adalah tulisan yg bercerita mengenai kota Milan dengan 2 scudettonya dan nikmatnya kuliner nusantara di suatu restoran dengan nama yg sama di kota Berlin serta kudapan khas anak melayu bernama "otak-otak" di kota Batam.Pembaca tersebut pastilah mereka yg gila bola dan para gourmet pemanja selera, pikirku.
Memang selama ini topik itu yg paling lepas dan ringan untuk diulas. Meracau (celoteh-istilah budak melayu) sembarang tidak ada beban karena bisa dipastikan tidak akan ada yg merasa dibully.
Mau nulis politik Indonesia yg geli menggelitik pengen banget tapi harus sadar diri sebagai PNS harus netral dan apolitis. Mau buat sebagai anonim sudah gak mungkin krn terlanjur ekspose profile diri.
So...untuk para pembaca budiman yg telah meluangkan waktu membaca goretanku..ku ucapkan banyak terima kasih. Jumlah viewers yg cukup berarti ini menjadi vitamin menambah daya tahan jempolku agar lebih bergairah menari dan terus memainkan tuts keyboard smartphone menjadi sebuah catatan yg rasanya sayang untuk dibuang. 珞
http://catatanhermansyahsiregar.blogspot.com
Comments
Post a Comment