Kota Batam: Sebuah Retrospeksi

Kota Batam: Sebuah Retrospeksi

Batam, 03/03/18. Batam adalah suatu kota baru yg sedang berkembang dan sangat dinamis. Dahulunya sebagai pulau yg minim penghuni, kini dengan pembangunan yg masif khususnya di bidang industri yg ditandai dengan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan kepariwisataan, kota Batam menjelma sebagai kota metropolitan baru. Selain posisinya yg strategis hanya selemparan batu dari negara kota Singapore dan exit point terdekat menuju Johor Bahru Malaysia dikenal sebagai kawasan Sijori (Singapore, Johor dan Riau), kota Batam juga merupakan meltingpot berbagai etnis yg mencerminkan keberagamaan Indonesia bahkan dalam kadar tertentu Asia.

Sebagai frontliner city, aku rasa sudah pada tempatnya kita membuat standar yg tinggi atas berbagai fasilitas publik yg tersedia di kota Batam. Ibarat sebuah etalase yg terpajang di depan suatu kawasan, maka cantik atau buruknya rupa etalase sangat menentukan persepsi orang terhadap wajah Indonesia secara umum.

Sandingan utk membandingkan kemajuan kota Batam menurutku bukanlah kota-kota di sekitarnya seperti kotaTanjung Pinang, Tanjung Balai Karimun, Dumai, Pekan Baru dll tetapi kota negara lain dikawasan Sijori tadi.

Setidaknya bandingan kota Batam adalah kota Johor Bahru yg relatif bersamaan waktu pengembangannya dgn kota Batam. Khusus utk kota Spore acuannya adalah seberapa besar kemampuan kota Batam menangkap peluang dari dampak efek balon pecah kota Spore (teori Habibie). Pembangunan kota Batam pada saat ini kuranglah tepat bila dipandang untuk menyaingi kota Spore tapi merupakan satelitnya kota Spore terlebih dahulu. Dengan demikian infrastruktur dan sarana yg dibangun diutamakan yg bersifat complementary dgn Spore setelah itu secara bertahap memperkuat kemampuannya sebagai kompetitor.

Seberapa cepat kota Batam mampu menangkap peluang dari efek bola pecah Spore dan mengembangkan dirinya minimal untuk berada satu atau dua level di bawah kota Spore, rasanya tidak mungkin sepenuhnya dibebankan kepada Pemerintah Kota Batam walaupun punya kewenangan otonomi daerah.

Selain karena keterbatasan anggaran dan sumber daya juga terdapat kendala historis di bidang birokrasi yg terkesan adanya dualisme kewenangan dengan BP. Untuk itu intervensi Pemerintah Pusat adalah suatu keniscayaan khususnya untuk pembangunan infrastruktur strategis yg program prioritasnya dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) meliputi prioritas sektor dan penopang seperti pembangunan LRT atau MRT, pelabuhan peti kemas yg berstandar Internasional, kapal Ro-Ro, Terminal bus, kawasan resort, tempat hiburan, perluasan bandara dll.

Sebagai orang yg awam di bidang manajemen perkotaan, saat ini aku hanya mampu menilai kota Batam dari apa yg tampak di depan mata ketika berkunjung dan berkeliling kota Batam sambil membandingkannya dgn kota tetangganya. Sebagai kota di sebuah pulau kecil hanya butuh waktu setengah hari utk mengeksplore kota Batam dimulai dari ujung daerah Sekupang, Tiban, Nagoya, Batu Ampar, Tanjung Uncang, Nagoya, Nongsa dan ujung jembatan Barelang. Tolok ukurnya seberapa nyaman berkendaraan dan tersedianya fasilitas sarana dan prasarana lalu lintas bagi kendaraan dan pedestrian.

Dengan berkendaraan roda 2 atau roda 4, kita dapat berseliweran dan mengelilingi kota Batam tapi tidak dapat melintas ke pulau lain karena terpisahkan oleh lautan. Pulau Rempang dan pulau Galang yg terhubung dengan jembatan Barelang sudah termasuk kawasan dalam kewenangan pemerintah kota Batam. Kendaraan dari luar pulau Batam masih sedikit dibawa ke Batam karena belum tersedianya jembatan ke pulau Bintan.

Dengan demikian semua kendaraan bermotor secara umum adalah kendaraan bernomor kendaraan kota Batam dan tentunya membayar pajak kendaraan kepada pemerintah kota Batam. Sebagai warga yg berkewajiban membayar pajak kendaraan bermotor sudah sepantasnya pengendara bermotor menikmati fasilitas publik khususnya sarana lalu lintas jalan kota Batam.

Bagi pengunjung domestik yg datang dari luar pulau Batam, mungkin bila melihat kondisi jalanan kota Batam dan sarananya sudah cukup baik dan memadai. Terlihat cukup banyak spot area jalan yg sedang digarap perluasan ruasnya guna mengurangi kemacetan jalan. Lapisan jalan cukup keras dan jarang yg berlubang khususnya pada jalan protokol.

Namun cukup banyak perempatan jalan yg tidak tersedia traffic light, zebra cross penyeberangan, rambu lalu lintas dan marka jalan. Trotoar untuk pedesterian masih minim. Apakah perlu kita bandingkan dengan sarana yg serupa di kota Johor Bahru terlebih dengan kota Singapore? Rasanya tidak perlu karena sarana dan prasarana tersebut merupakan kebutuhan standar suatu perkotaan.

Upaya pembenahan oleh Pemerintah Kota sudah tampak namun belumlah optimal. Apakah karena sedang berkutat dengan pembangunan sektor prioritas dan sektor penopang lainnya sehingga belum sepenuhnya dapat menggarap secara lebih baik sektor pendukung atau karena belum menetapkan standar tinggi dalam pembangunan kota seperti kota negara seberang? Aku kurang tahu...

Mudah-mudahan ke depan pembangunan kota Batam dapat terus melaju berkembang dan meningkat sesuai dengan semboyannya yaitu Terwujudnya Kota Batam sebagai Bandar Dunia Madani yang Modern dan Menjadi Andalan Pusat Pertumbuhan Perekonomian Nasional. 珞

http://catatanhermansyahsiregar.blogspot.com





Comments

Popular posts from this blog

Selayang Pandang Dunia Pendidikan di Jerman

Kompromi dengan Minat Anak

Menggugat (umat) Tuhan