Bandara Milenial
16/10/2017
Bandara Milenial
Akhir2 ini istilah milenial lagi popular dan mulai akrab ditelinga kita. Milenial merupakan pengajektifan kata millenium yg disesuaikan dgn pelafalan lidah anak melayu.
Dan akupun mencoba menggambarkan bagaimana megahnya terminal III ultimate bandara internasional Soekarno-Hatta dgn istilah bandara berprospek milenial. Aku berani mengatakan demikian karena secara langsung dapat merasakan perbedaannya dgn bandara" internasional lainnya di Eropa.
Eropa sbg pusat kemajuan peradaban iptek tentu adalah tempat yg tepat sbg rujukan kemajuan termasuk pembangunan bandara internasional di Indonesia. Saat memulai perjalanan dari bandara Tegel Berlin yg sempit dan transit di bandara Schippol Amsterdam yg sangat modern, aku bisa membayangkan terminal 3 ultimate akan sekelas lebih rendah di bawah Schippol. Walaupun dmkn sudah lumayanlah utk bandara yg dibangun oleh negara berkembang spt Indonesia.
Tapi ketika landing di bandara Soetta, aku kaget melihat bangunannya yg cukup megah dan sangat BERSIH. Aku sengaja membuat huruf kapital kata bersih karena kebersihan public utility di Indonesia sdh menjadi rahasia umum is very poor.
Aku sepertinya masih merasa di Eropa atau di bandara Singapore melihat suasana dan utilities yg disediakan oleh otoritas bandara. Yang membuatku sadar sudah menginjakkan kaki di Indonesia adalah ketika banyak ornamen interior yg bercirikan unsur kelokalan budaya nusantara dan petugas yg ramah menyapa di berbagai tempat memberikan informasi kepada penumpang.
Aku maklum, penumpang Indonesia mmg tipikalnya suka dan pengen disapa oleh petugas. Naik pesawat apa, mau kemana dan dari mana pak bu. Kita akan senang kalau disapa petugas dengan ramah dan sopan.
Hal yg sangat mahal di Eropa karena umumnya petugas disana akan merespon ketika kita mulai menyapa dan bertanya terlebih dahulu. Dan penjelasan yg mereka berikan seperlunya aja dgn suara datar dan flat.
Karena akan melanjutkan perjalanan ke kota lain maka aku melapor ke meja transit. Dengan ramah petugas menyapa, "mau kemana pak?". Aku sebutkan kotanya sambil menunjukkan boardingpass yg telah diunduh secara online.
" Baik pak. Kami akan printout boardingpass yg baru. Pesawat boardingnya pukul 12.50 wib dan gatenya no 26, ya pak, " dengan sigap petugas menjelaskan dan berikan boardingpass yg baru dicetak. Diboardingpass tercetak tulisan gate 26. "Bapak keluar bandara dahulu kemudian naik ke lt 3 area penerbangan domestik, " ujar petugas.
Welldone..perfect..dalam hatiku berujar. Waktu masih menunjukkan pukul 11. 30 wib. Lumayanlah masih punya waktu yg cukup utk browsing bandara megah ini. Melewati imigrasi checkpoint dan customs yg juga cukup megah dan petugasnya yg cukup ramah.
Banyak mesin autogate yg disediakan khusus utk penumpang yg berkewarganegaraan Indonesia di counter imigrasi. Sangat membanggakan dgn fasilitas dan privelege bagi WNI yg pulang ke tanah air.
Naik ke lantai atas, aku menyusuri departure hall menuju gate. Walaupun perjalanan ke gate cukup jauh dan rada melelahkan tapi gak masalah bagiku. Aku rasa penumpang lain juga merasa demikian karena pergi ke bandara saat ini sama seperti halnya berjalan ke mall kota besar dgn berbagai tenant yg menjajakan produk terbaik sebagai oleh2 dan banyak resto/cafe yg bergaya etnik atau modern dgn kuliner khas dalam dan luar negeri.
Dari gate 1, berjalan ke gate 2, terus ke gate 3 hingga mencapai gate 26. Jarak antara gate sekitar 200 an meter. Dan ternyata gate 26 adalah gate yg paling ujung sodara2. Tapi gak apa2 walaupun sedikit ngos-ngosan. Dikejauhan sudah terlihat tulisan gate 26 dgn signboard yg besar dan terang.
Aku berucap syukur alhamdulillah akhirnya sudah sampai ke gate tepat pukul 12.50 wib. Waktunya bersamaan dengan jam boarding nih ucapku dalam hati.
Mendekati gate 26 aku lihat suasananya sangat sepi. Tidak ada petugas dan penumpang sama sekali. Aku mulai panik. "Wuah jangan2 aku sudah ketinggalan pesawat nihh. Oh my God..bisa runyam urusannya klo missflight," aku bingung luar biasa. Lalu coba bertanya kepada petugas kebersihan yg lagi membersihkan lantai gate. "Ini gate pesawat ke kota x ya mas," tanyaku dgn penuh harap mendapatkan jawaban dari petugas non airline.
"Bukan pak. Gatenya dipindah. Bukan gate 26 tapi gate 17, " katanya. "Bapak naik boogie car aja ke sana. Cukup jauh pak, " jawab cleaning service dgn antusias.
Dalam hatiku klo di Eropa gak bakalan petugas lain menjawab dan memberikan informasi yg bukan urusannya. Kadang sering aku mendapatkan jawaban..you asked to the officer right there. Ini petugas cleaning service sangat helpfull menurutku.
Tapi lupakan dululah itu. Sekarang waktunya boarding dan aku belum menemukan gate. Naik boogie car blom keliatan batang hidungnya. Satu2nya cara adalah aku harus berlari dengan kencang...masih kurang!!! ...harus berlari dengan sangat kencang, pikirku.
Duhh..tadi udah jalannya jauh dan rada ngos2an sekarang aku harus mengeluarkan semua inner powerku secara optimal. Kalau tidak, bisa ketinggalan pesawat nihh. Gunakan jurus mestakung (semesta mendukung) istilah Prof. Surya.
Dengan menempuh 14 jam perjalanan lebih dari Berlin plus transit selama 3 jam aku harus memaksa metabolisme tubuhku yg sdh exhausted utk digenjot berlari menuju gate 17. Perutku langsung mual, nafasku tersengal, urat betisku mengeras, lutut kaki gemetaran.
Aku seperti sprinter berlari sangat kencang ditambah rasa takut dikejar anjing herder dari belakang. Loyo, luyu, layu, lemas dan lunglai... akhirnya ketemu juga gate yg dituju.
Dan....
Alhamdulillah (tipikal orang melayu yg selalu bersyukur)...masih banyak penumpang yg berdiri di depan pintu dan belum boarding. Aku pastikan screen tv monitor...benar inilah gatenya dan petugas airline dgn senyum ramah berdiri di pintu gate menyapa penumpang. Tanpa merasa bersalah.
Kesimpulanku...
Keramahan dan hospitality tidaklah selalu sepadan dengan good services. Apakah kita ingin petugas yg ramah dan rajin menyapa atau yg rada ketus dan stright to the point spt di Eropa tapi memberikan informasi yg akurat?
Solusinya sederhana aja. Kalau sandar pesawat belum pasti digate yg mana, tidak usah dicantumkan nomor gatenya di boardingpass. Penumpang cukup diminta lihat layar monitor bbrp menit menjelang boarding.
Okelah...apapun itu aku sdh bangga dengan megahnya bandara dan berbagai fasilitasnya. Mudah2an kelak akan diiringi dengan peningkatan kapasitas good services nya ya.
Bandara adalah etalase terdepan wajah bangsa. Dan kini wajah itu semakin cantik dan sumringah. Penuh dgn optimisme utk bersaing pada jaman milenial didalam berbagai sektor kehidupan.
Bandara Milenial
Akhir2 ini istilah milenial lagi popular dan mulai akrab ditelinga kita. Milenial merupakan pengajektifan kata millenium yg disesuaikan dgn pelafalan lidah anak melayu.
Dan akupun mencoba menggambarkan bagaimana megahnya terminal III ultimate bandara internasional Soekarno-Hatta dgn istilah bandara berprospek milenial. Aku berani mengatakan demikian karena secara langsung dapat merasakan perbedaannya dgn bandara" internasional lainnya di Eropa.
Eropa sbg pusat kemajuan peradaban iptek tentu adalah tempat yg tepat sbg rujukan kemajuan termasuk pembangunan bandara internasional di Indonesia. Saat memulai perjalanan dari bandara Tegel Berlin yg sempit dan transit di bandara Schippol Amsterdam yg sangat modern, aku bisa membayangkan terminal 3 ultimate akan sekelas lebih rendah di bawah Schippol. Walaupun dmkn sudah lumayanlah utk bandara yg dibangun oleh negara berkembang spt Indonesia.
Tapi ketika landing di bandara Soetta, aku kaget melihat bangunannya yg cukup megah dan sangat BERSIH. Aku sengaja membuat huruf kapital kata bersih karena kebersihan public utility di Indonesia sdh menjadi rahasia umum is very poor.
Aku sepertinya masih merasa di Eropa atau di bandara Singapore melihat suasana dan utilities yg disediakan oleh otoritas bandara. Yang membuatku sadar sudah menginjakkan kaki di Indonesia adalah ketika banyak ornamen interior yg bercirikan unsur kelokalan budaya nusantara dan petugas yg ramah menyapa di berbagai tempat memberikan informasi kepada penumpang.
Aku maklum, penumpang Indonesia mmg tipikalnya suka dan pengen disapa oleh petugas. Naik pesawat apa, mau kemana dan dari mana pak bu. Kita akan senang kalau disapa petugas dengan ramah dan sopan.
Hal yg sangat mahal di Eropa karena umumnya petugas disana akan merespon ketika kita mulai menyapa dan bertanya terlebih dahulu. Dan penjelasan yg mereka berikan seperlunya aja dgn suara datar dan flat.
Karena akan melanjutkan perjalanan ke kota lain maka aku melapor ke meja transit. Dengan ramah petugas menyapa, "mau kemana pak?". Aku sebutkan kotanya sambil menunjukkan boardingpass yg telah diunduh secara online.
" Baik pak. Kami akan printout boardingpass yg baru. Pesawat boardingnya pukul 12.50 wib dan gatenya no 26, ya pak, " dengan sigap petugas menjelaskan dan berikan boardingpass yg baru dicetak. Diboardingpass tercetak tulisan gate 26. "Bapak keluar bandara dahulu kemudian naik ke lt 3 area penerbangan domestik, " ujar petugas.
Welldone..perfect..dalam hatiku berujar. Waktu masih menunjukkan pukul 11. 30 wib. Lumayanlah masih punya waktu yg cukup utk browsing bandara megah ini. Melewati imigrasi checkpoint dan customs yg juga cukup megah dan petugasnya yg cukup ramah.
Banyak mesin autogate yg disediakan khusus utk penumpang yg berkewarganegaraan Indonesia di counter imigrasi. Sangat membanggakan dgn fasilitas dan privelege bagi WNI yg pulang ke tanah air.
Naik ke lantai atas, aku menyusuri departure hall menuju gate. Walaupun perjalanan ke gate cukup jauh dan rada melelahkan tapi gak masalah bagiku. Aku rasa penumpang lain juga merasa demikian karena pergi ke bandara saat ini sama seperti halnya berjalan ke mall kota besar dgn berbagai tenant yg menjajakan produk terbaik sebagai oleh2 dan banyak resto/cafe yg bergaya etnik atau modern dgn kuliner khas dalam dan luar negeri.
Dari gate 1, berjalan ke gate 2, terus ke gate 3 hingga mencapai gate 26. Jarak antara gate sekitar 200 an meter. Dan ternyata gate 26 adalah gate yg paling ujung sodara2. Tapi gak apa2 walaupun sedikit ngos-ngosan. Dikejauhan sudah terlihat tulisan gate 26 dgn signboard yg besar dan terang.
Aku berucap syukur alhamdulillah akhirnya sudah sampai ke gate tepat pukul 12.50 wib. Waktunya bersamaan dengan jam boarding nih ucapku dalam hati.
Mendekati gate 26 aku lihat suasananya sangat sepi. Tidak ada petugas dan penumpang sama sekali. Aku mulai panik. "Wuah jangan2 aku sudah ketinggalan pesawat nihh. Oh my God..bisa runyam urusannya klo missflight," aku bingung luar biasa. Lalu coba bertanya kepada petugas kebersihan yg lagi membersihkan lantai gate. "Ini gate pesawat ke kota x ya mas," tanyaku dgn penuh harap mendapatkan jawaban dari petugas non airline.
"Bukan pak. Gatenya dipindah. Bukan gate 26 tapi gate 17, " katanya. "Bapak naik boogie car aja ke sana. Cukup jauh pak, " jawab cleaning service dgn antusias.
Dalam hatiku klo di Eropa gak bakalan petugas lain menjawab dan memberikan informasi yg bukan urusannya. Kadang sering aku mendapatkan jawaban..you asked to the officer right there. Ini petugas cleaning service sangat helpfull menurutku.
Tapi lupakan dululah itu. Sekarang waktunya boarding dan aku belum menemukan gate. Naik boogie car blom keliatan batang hidungnya. Satu2nya cara adalah aku harus berlari dengan kencang...masih kurang!!! ...harus berlari dengan sangat kencang, pikirku.
Duhh..tadi udah jalannya jauh dan rada ngos2an sekarang aku harus mengeluarkan semua inner powerku secara optimal. Kalau tidak, bisa ketinggalan pesawat nihh. Gunakan jurus mestakung (semesta mendukung) istilah Prof. Surya.
Dengan menempuh 14 jam perjalanan lebih dari Berlin plus transit selama 3 jam aku harus memaksa metabolisme tubuhku yg sdh exhausted utk digenjot berlari menuju gate 17. Perutku langsung mual, nafasku tersengal, urat betisku mengeras, lutut kaki gemetaran.
Aku seperti sprinter berlari sangat kencang ditambah rasa takut dikejar anjing herder dari belakang. Loyo, luyu, layu, lemas dan lunglai... akhirnya ketemu juga gate yg dituju.
Dan....
Alhamdulillah (tipikal orang melayu yg selalu bersyukur)...masih banyak penumpang yg berdiri di depan pintu dan belum boarding. Aku pastikan screen tv monitor...benar inilah gatenya dan petugas airline dgn senyum ramah berdiri di pintu gate menyapa penumpang. Tanpa merasa bersalah.
Kesimpulanku...
Keramahan dan hospitality tidaklah selalu sepadan dengan good services. Apakah kita ingin petugas yg ramah dan rajin menyapa atau yg rada ketus dan stright to the point spt di Eropa tapi memberikan informasi yg akurat?
Solusinya sederhana aja. Kalau sandar pesawat belum pasti digate yg mana, tidak usah dicantumkan nomor gatenya di boardingpass. Penumpang cukup diminta lihat layar monitor bbrp menit menjelang boarding.
Okelah...apapun itu aku sdh bangga dengan megahnya bandara dan berbagai fasilitasnya. Mudah2an kelak akan diiringi dengan peningkatan kapasitas good services nya ya.
Bandara adalah etalase terdepan wajah bangsa. Dan kini wajah itu semakin cantik dan sumringah. Penuh dgn optimisme utk bersaing pada jaman milenial didalam berbagai sektor kehidupan.
Comments
Post a Comment