Ada Thai Park di Berlin

22/05/2017
Ada Thai Park di Berlin
(my life story staying abroad)


Berlin (22/05). Ketika saat ini pemerintah sibuk berbenah diri untuk menciptakan suatu ketertiban dan kenyamanan lingkungan kota dan pasar seperti halnya di negara maju, maka dibuatlah suatu kebijakan utk menggusur pedagang kaki lima karena dipandang mereka sebagai sumber kekumuhan dan kesemrawutan.
Setiap kota menciptakan satuan kerja satuan polisi pamong praja lengkap dengan berbagai atribut dan perlengkapan seperti paramiliter. Setiap hari dimedsos kita mendengar bagaimana satpol pp berjibaku dengan entrepreneur jalanan yg sekedar berjuang mencari pendapatan ala kadarnya.
Disatu sisi kita mengapresiasi kebijakan pemerintah kota untuk menciptakan suasana nyaman bagi warganya namun disisi lain kita juga prihatin dimana warga marjinal dengan segala keterbatasannya berjuang untuk bertahan hidup walaupun dikejar2 dan disita barang dagangannya krn melanggar Perda ketenteraman dan ketertiban.
Entah kenapa tiap kali melihat peristiwa ini hatiku selalu terbelah. Aku sangat respek kpd rakyat kecil yg masih punya semangat entrepreneurship dgn modal yg kecil dan minim mencoba mengadu peruntungan nasib namun akhirnya mereka harus kucing2an dengan aparat pemerintah sebagai pamong yg semestinya berfungsi mengayomi keberadaan mereka.
Bagi mereka mengejar suatu keuntungan dagang walaupun kecil harus direbut walaupun mengganggu ketertiban warga sekitar. Kalau mereka dibiarkan berdagang dipinggir jalan, mereka tidak akan merasa cukup leluasa dan bisa berkembang, membengkak hingga mencapai bahu jalan.
Kalau dibiarkan maka merekapun akan ekspansi lebih jauh mengokupasi badan jalan. Dan bila terus dibiarkan maka akan tertutup seluruh jalan dan tersulaplah jalan menjadi pasar jalanan.
Apakah di negara maju tidak ada pedagang kaki lima sehingga keliatan rapi ruas jalan dan trotoarnya? Apakah semua pedagang kaki lima telah diangkat harkat martabatnya dengan menjadi penyewa atau pemilik toko berjajar dipinggir jalan dan beranjak dari usaha mikro menjadi usaha kecil hingga menengah bahkan besar (UMKM)?
Mungkin secara relatif pedagang kaki lima tidak terlalu banyak karena kesempatan kerja yg cukup luas sehingga tidak perlu bergerak di sektor informal yg penuh dengan ketidakpastian masa depan?
Atau karena kesadaran masyarakat yg cukup tinggi untuk tidak bertransaksi dagang dengan pedagang kaki lima karena produk yg dijajakan tidak layak pakai berkualitas rendah atau produk makanan yg disajikan dikategorikan tidak higienis?
Aku rasa kalian pasti punya pikiran yg sama dgn diriku bahwa tuntutan serba keteraturan dan disiplin warga yg merupakan way of life sbg faktor utama terciptanya tata kota yg tertib, rapi dan indah di negara maju sehingga serba ketidakteraturan dan kesemrawutan bersifat nihilisme di masyarakat.
Warga akan menolak dan memprotes bila terjadi ketidakteraturan dan pemerintahpun akan berbuat yg sama utk mencegah dan menindak setiap adanya upaya pihak2 yg berpotensi menciptakan ketidakteraturan.
Ternyata perkiraanku kali ini terjungkirbalikkan ketika siang ini berkunjung ke Thaipark di Brandenburgische Str., 10707 Berlin. Anakku yg sulung bilang, pasar ini sangat ramai dan banyak dikunjungi tidak hanya orang Thailand atau Asia tetapi juga oleh orang asli Jerman dan eropa. Banyak makanan khas Thailand dijual disana.
Bayanganku, pasar ini pasti didesain sedemikian rupa bernuansa etnik Thai dengan pelayan yg berdandan rapi dgn pakaian khas tradisionalnya. Meja dan kursi ditata rapi dengan sajian dan tampilan menu yg sekaliber dengan ala western food.
Setelah berkeliling berkali2 di luar pasar utk mencari parkiran saking penuhnya bahu jalan dan mendekati pasar yg berada di dalam lapangan rumput luas ternyata jauh yg seperti kuduga. Pandangan dari luar terlihat warga berjubel tumplek blek dengan penuh kepulan udara berdebu.
Di tepi kerumunan ada yg sedang bermain bola bertelenjang dada. Di atas rumput banyak orang menggelar tikar seadanya. Ada yg duduk dan berbaring. Ada yg sedang tertelungkup tanpa baju dipijat oleh pemijat yg roman mukanya seperti orang Thailand.
Ada yg sedang makan dengan bungkusan ditangan seperti sedang memegang pisang goreng. Disegenap penjuru ada berbagai antrian pembeli yg mengular menuju pemasak berbagai gorengan masakan seperti sedang antri membeli kerak telor.
Iya..penjual makanannya seperti penjual kerak telor yg duduk diatas bangku kecil. Asik menggoreng atau meramu masakannya. Tiap2 pedagang dibatasi dengan sekat karton setinggi 20 cm sebagai pembatas. Pembeli antri tertib menunggu pesanan.
Aku teringat seperti suasana pasar di halaman luar stadion Manahan Solo setiap minggu pagi. Namun masih mending di Solo karena pasarnya di atas lantai semen dan tidak berdebu.
Aku dulu kadang menggerutu..kok pasar kaget kita begitu semrawut yah..klo begini mana mau turis datang berkunjung dan menikmati makanan sambil duduk lesahan…Ahh...ternyata suasana semrawut dan tidak teratur itu juga didambakan oleh mereka yg hidup didalam serba keteraturan..sungguh absurd ya.
Namun walaupun kelihat semrawut dan berdesak2an tidak ada sampah yg berserakan. Di dalam ketidakteraturan ternyata tetap ada keteraturan. Teratur utk membuang sampah pada tempatnya. Teratur antri sesuai jalur menuju juru masak penjualnya.
Ketidakteraturan dengan sengaja diciptakan namun berada dalam suatu kawasan yg diperuntukkan utk semrawut tidak teratur.
Udara berdebu memang tidak terhindarkan di musim summer ini tapi mungkin itu juga menjadi dayatarik menambah eksotisme kesemrawutan.
Aku penasaran kenapa pasar ini dinamakan Thai Park dan kenapa sampai pemerintah kota Berlin begitu mengistimewakan pedagang kaki lima yg berasal dari Thailand. Harus kita akui diberbagai negara Eropa, representasi budaya dan kuliner negara yg berasal dari Asia Tenggara lebih didominasi oleh Thailand dan Vietnam karena memang populasi diasporanya lebih banyak terlebih sejarah panjang pasca perang dunia kedua dan perang dingin dahulu.
Banyak imigran pengungsi yg berasal dari Vietnam ke negara Eropa pada masa itu. Dan saat ini selain restoran Vietnam, restoran Thailand juga sudah merambah ke berbagai pelosok kota2 di Eropa. Tidak hanya restoran juga relaksasi Thai massages sdh mulai bertebaran.
Thaipark sejarahnya kurang jelas kata temanku. Taman ini nama aslinya Preußenpark in Wilmersdorf. Sudah sejak lebih dari 20 tahun jadi tempat tongkrongan warga Thailand dan Asia lainnya terutama diakhir pekan. Awal mulanya taman ini hanya jadi tempat piknik biasa tapi lama kelamaan berkembang.
Karena pikniknya membawa makanan dan masak di taman dan kultur orang Asia yg ramah dan suka bercengkrama sering terjadi saling menawari makanan mencicipi.. akhirnya berkembang menjadi tempat berjualan makanan.
Bagi orang Thailand sendiri senang datang ke taman ini karena merasa makanan Thailand di restaurant sudah kurang orisinil. Selain itu di taman ini menjadi ajang tempat berkenalan dan berkumpul dari berbagai generasi diaspora Thailand.
Meskipun sebenarnya semua ini ilegal, pemda melarang untuk berjualan makanan di taman dgn alasan tdk memenuhi unsur higienitas, tdk ada air dan listrik. Para penjual makanan semuanya tdk bersertifikat dan tdk ada izin jualan sehingga tdk membayar pajak tetapi pemerintah kota sampai saat ini seolah tutup mata dan menjadi perdebatan yg tdk kunjung usai.
Okelah...terlepas dari polemik keberadaan Thai Park, pasar atau taman ini telah menjadi icon dan menjadi meltingpot yg tidak hanya dikunjungi oleh orang Thailand atau Asia tetapi juga orang Jerman dan Eropa. Nama Thai Park telah menjadi simbol diakuinya eksistensi warga Thailand di Jerman dan menjadi promosi gratis kuliner khas negara gajah putih tsb.
Pemerintah kita sebaiknya meniru promosi wisata negara ini dengan dual- strategy nya. Kita tidak hanya fokus memperbaiki objek2 wisata, infrastruktur dan konektifitas di Indonesia tapi juga berupaya membranding Indonesia langsung di negara asal calon wisatawan dengan ekspansi modalitas khasnya seperti kuliner nusantara.
Bukankah masakan rendang pernah masuk ke dalam guinness book of record sebagai makanan yg terlezat di dunia..tapi mengapa makanan ini dan masakan padang tidak mampu berekspansi ke luar negeri?
Menurutku sebaiknya dibuat suatu kebijakan keuangan berupa pemberian modal pinjaman bagi diaspora Indonesia yang akan membuka usaha restoran di luar negeri. Bank2 pemerintah harus lebih ekspansif ke luar negeri. Buka banyak kantor cabang untuk membuka akses perbankan bagi diaspora kita. Jangan bank2 pemerintah kita...maaf..hanya jadi jago kandang di dalri.
Rasanya kita pengen suatu masa nanti Victoria Park di Hongkong berubah menjadi Indo Park dan Pasar Tong Tong di kota Den Haag Belanda menjadi Pasar Indo atau setidaknya ada pojok jajanan pasar dengan branding Indonesian culinaries.
Untuk mempertahankan differensiasi rasa, saya dengar bumbu masakan Thailand itu sekarang dipasok langsung dari negaranya dan dibawa oleh cargo flag carrier airlinenya dengan potongan khusus biaya kirim.
Strategi ini dilakukan utk mempertahankan cita rasa masakan khasnya…karena sekali lagi..lidah tidak bisa bohong. Untuk mempertahankan kejujuran rasa maka bumbu harus bercita rasa yg sesuai dari tempat asalnya.
Ketika kuliner khasnya sdh menjadi trendsetter maka dengan mudah dikemas menjadi jajanan pasar seperti di Thai Park Berlin. Semua orang Jerman tahu makanan Thailand dan ketika dibuka pasar semrawut tadi yg namanya bertransformasi menjadi Thai Park, konsep pasar tsb tetap menjadi daya tarik warga utk berkunjung.






Comments

Popular posts from this blog

Selayang Pandang Dunia Pendidikan di Jerman

Kompromi dengan Minat Anak

Menggugat (umat) Tuhan