Kembalikan Kota Sepedaku
30/09/2017
Kembalikan Kota Sepedaku
Waktu kecil dulu, aku pernah lihat foto2 lama hitam putih koleksi ibuku. Ibu suka sekali mengkoleksi foto kota2 di Indonesia salah satunya kota Jogjakarta. Di dalam picture terlihat suasana kota yg dipenuhi para pelajar yg berseliweran dgn sepeda ontel sebagai transportasi utama warga sehingga kota Jogja tidak hanya terkenal sebagai kota pelajar tapi juga kota sepeda.
Namun seiring waktu berjalan, sepeda2 itu hilang perlahan entah kemana terlebih dgn mudahnya saat ini mendapatkan sepeda motor dgn persyaratan kredit yg ringan seiring meningkatnya taraf kehidupan ekonomi warga. Dengan bermodalkan KTP dan uang muka sekedarnya (bahkan ada katanya tanpa uang muka), besoknya sdh mejeng diteras rumah sepeda motor produk terbaru.
Saat ini kota2 di Indonesia menjelma menjadi kota motor (bentuk lain dr kota sepeda). Jalanan semakin macet. Tidak jarang trotoar pun dilewati oleh pengendara motor. Polusi udara semakin parah.
Sepeda motor akhirnya merubah life style warga. Mobilitas mmg semakin tinggi namun gerak fisik menjadi minim. Jangankan pergi ke kampus atau kantor, ke warung kelontong di ujung gang aja warga pengennya naik motor.
Akhirnya scr tdk langsung keberadaan sepeda motor berkontribusi mengurangi derajat kesehatan penduduk. Gak jarang kita dengar anak muda yg baru berusia 40 an kena penyakit degeneratif spt darah tinggi, jantung, kolesterol, asam urat dll.
Cukup sulit rasanya utk mengembalikan kota dan warga yg dahulu senang bersepeda utk meninggalkan sepeda motor atau mobilnya. Terlebih fasilitas transportasi publik yg masih belum nyaman dan memadai.
Ada 2 referensi kota yg mungkin bisa memberikan prespektif baru dlm pengambilan kebijakan menumbuhkan kembali kota sepeda di Indonesia tanpa harus menunggu pembenahan transportasi publik lainnya guna mengurangi kepadatan lalu lintas.
1. Model Berlin (Jerman)
Umumnya kota" di negara maju, ambil contoh kota Berlin Jerman disamping transportasi publik yg sdh mapan, pemerintahnya juga membangun berbagai fasilitas untuk pengendara sepeda. Jalan raya yg semula hanya diperuntukkan bagi pengendara motor dan mobil, dipersempit dgn pembuatan jalur khusus bagi pesepeda dilengkapi dgn marka dan rambu serta lampu lalu lintas khusus utk pesepeda.
Jika jalan rayanya sempit maka trotoarpun diokupasi dgn membuat lintasan khusus pesepeda berdampingan dgn pejalan kaki. Tentunya trotoar sdh bersih dgn pedagang kaki lima yg dagangannya menyembul hingga ke pinggir jalan.
Selain menyediakan fasilitas lalu lintas berkendara sepeda yg sangat baik, diberbagai tempat juga disediakan tempat parkir sepeda gratis dan praktis. Cukup disandarkan roda depan atau belakang dan dikunci. Bahkan ada tempat parkir sepeda yg dirancang bertingkat utk menghemat tempat. Di setiap apartment disediakan tempat khusus penyimpanan sepeda.
Sepeda juga dapat dgn mudah dibawa keluar kota. Setiap kereta api disediakan satu gerbong khusus utk membawa masuk sepeda.
Apabila pesepeda masih awam jalur sepeda menuju suatu tempat, cukup gunakan google map. Pencet current position dan ketik destinasi yg dituju. Dipastikan akan sampai tujuan. Bahkan ada tracking khusus utk jalur offroad sepeda. Tidak perlu khawatir akan kesasar.
Kata kuncinya mendrive warga bersepeda adalah dgn pembangunan infrastruktur transportasi sepeda sebaik dan senyaman mungkin. Tentunya biaya pembangunan infrastruktur lalu lintas sepeda butuh biaya yg cukup besar.
Ada hal yg menarik melihat pemandangan lalu lintas di Jerman. Kendaraan yg mendominasi di jalan raya hanya mobil termasuk bus dan sepeda. Sangat sedikit sekali warga berkendaraan motor roda 2.
Aku sangat penasaran melihat fakta ini. Bukankah sepeda motor buatan negara" di Eropa sangat keren dari model klasik hingga futuristik. Tapi mengapa mereka lebih suka menggunakan sepeda atau bila memiliki uang yg cukup malah cenderung membeli mobil. Membeli sepeda motor bukan alternatif antara dalam menunjang mobilitas seiring meningkatnya pendapatan ekonomi warga.
Ternyata selain model pembiayaan pembelian yg tdk semudah spt di Indonesia (spt beli kacang goreng-pen) dgn harga yg cukup tinggi, yg menjadi faktor utama lainnya adalah sulit dan mahalnya memperoleh Surat Ijin Mengemudi (SIM) kendaraan bermotor roda 2.
Biaya awal antara 1200 € sd 1500 €. Lama waktu belajar tergantung keseriusan kita dlm teori & praktek sekitar 3 sd 6 bulan. Biaya tsb hampir sama dgn belajar mengendarai mobil. Biasanya biaya akan bertambah untuk tambahan jam praktek atau mengulang ujian kalau tidak lulus.
Bisa dibayangkan dgn biaya yg setara dengan 50 % gaji profesional muda sebulan dan sulitnya ujian teori dan praktek, mendorong warga memilih belajar mendapatkan SIM mobil atau tetap menggunakan sepeda yg tdk memerlukan SIM.
Mahalnya biaya SIM tidak membuat warga Jerman marah hingga mendemo pemerintah. Mungkin karena pemerintahnya sudah menyediakan sarana transportasi publik yg memadai juga karena warga menyadari tidak mudahnya mendapatkan SIM juga sbg suatu kebijakan dalam menjaga keselamatan berkendaraan.
Hal ini perlu sbg pembelajaran bagi kita. Ketika pemerintah Indonesia berencana menaikkan biaya SIM kendaraan roda 2 dan 4 bbrp waktu yg lalu terjadi polemik dan demonstrasi bahkan rencana tsb digoreng oleh pihak tertentu menjadi isu politik. Secara tidak sadar dgn menentang kenaikan biaya SIM kita mendukung kepentingan produsen motor. Biaya SIM yg tinggi akan mempengaruhi volume penjualan produknya.
2. Model Guangzhou (China)
Ada satu sisi menarik dari kota Guangzhou dlm membuat kebijakan memfasilitasi pengguna kendaraan sepeda. Saat berjalan kaki di trotoar menyusuri kota Guangzhou, aku dikejutkan banyaknya sepeda yg parkir dan berseliweran baik di jalan maupun trotoar. Kita harus hati" berjalan agar tidak tersenggol.
Cuaca kota cukup hangat dgn temperatur sekitar 36 °c. Lalu lintas jalanan dan trotoar cukup hectic namun banyaknya pohon peneduh yg dahan dan daunnya menjulur panjang memayungi panasnya terik matahari membuat bersepeda menjadi lebih nyaman.
Tapi ada hal yg aneh dgn sepeda yg mereka kendarai. Umumnya model dan warna sepeda seragam, berwarna kuning dan merah. Mungkin warna tersebut yg diperkenankan oleh pemerintah komunis RRC, gumamku dalam hati. Sepeda tsb juga banyak parkir di trotoar dlm keadaan terkunci yg model kuncinya juga seragam. Di dalam gagang kuncinya terdapat QR (quick respond code) yg dapat dibaca didalam aplikasi WeChat, oFo, mobike, ucycle.
Sepeda ini adalah sepeda sewaan yg disediakan oleh perusahaan dgn konsep sharebike. Setiap orang bisa memakainya dgn biaya sewa sebesar 1 yuan/jam. Jauh lebih murah dibanding biaya sewa sepeda di Berlin sebesar 12 €/hari.
Sistem sewa sepeda memadukan koneksitas aplikasi berbasis jaringan dgn sistem perbankan dlm smartphone. Aplikasi ini diciptakan oleh mahasiswa china dan awalnya sbg startup. Kemudian perusahaan besar tertarik dan mengajak penemu inovasi tsb joint usaha.
Guide kami menjelaskan cara meregistrasi sewa dan membuka kunci sepeda. Agar lebih mudah memahaminya, aku merekam caranya di hp dan dapat dilihat pembaca pd tayangan video di bawah ini.
Aku rada penasaran sedari kemarin kok hampir gak ada keliatan sepeda motor di jalan raya. Katanya sepeda motor dilarang masuk ke kota dan hanya dapat digunakan utk perjalanan luar kota. Kebijakan ini dilakukan pemerintah kota agar lalu lintas tidak semrawut dan mendorong masyarakat mau menggunakan sepeda sewa yg sudah banyak tersedia dimana" atau sepeda pribadi.
Walaupun cukup banyak warga yg menggunakannya namun fasilitas infrastruktur lalu lintas sepeda tidak begitu baik tersedia dibandingkan dgn kota Berlin. Pemkot cukup memfasilitasinya dgn pembenahan jalur trotoar yg nyaman dan peruntukkannya hanya bagi pejalan kaki dan pesepeda. Trotoar harus steril dari pedagang kaki lima dan mereka dipaksa masuk ke dalam pasar.
Temanku yg bertugas di Malaysia bilang sharebike spt ini juga baru dikenalkan di Kuala Lumpur. Uppss..kita kalah inovasi lagi deh dengan negara tetangga.
Menurutku untuk mengembalikan kota sepeda di Indonesia, kebijakan pemerintah kota Guangzhou/China lebih cocok utk diadopsi karena biaya pembangunan infrastrukturnya lebih murah. Merubah habit masyarakat mmg menjadi tantangan sendiri namun bila prasarana berkendaraan sepeda sdh cukup nyaman maka scr perlahan masyarakat akan berpindah menggunakan sarana transportasi di jalan raya.
Yang menjadi tantangan dan persoalan adalah bagaimana menerapkannya scr massif dan konsisten serta komitmen para pengambil kebijakan dlm menghadapi para produsen sepeda motor yg terganggu roda bisnisnya.
Comments
Post a Comment